Zubaidah Widya Putri siswi anggota Ekskul Bahasa Jepang di SMA Negeri 1 Widodaren.Foto-Puthut
Gadis manis itu terlihat asyik menarikan pensilnya untuk menulis surat dalam aksara Hiragana ditemani buku dan lembaran-lembaran Kanji. Berkali-kali dia menggunakan penghapusnya ketika merasa coretan panjang-pendek aksara Hiragananya belum pas.
“Ini harus saya serahkan ke guru saya dulu untuk dikoreksi. Nanti kalau salah, harus mengulang lagi. Begitu terus, sampai benar. Proses menulis surat ini bisa sampai lima tahap, mulai dari menulisnya dalam bahasa Indonesia hingga jadi dalam aksara Hiragana,” katanya.
Zubaidah Widya Putri, yang akrab dipanggil Zubzub ini memang salah satu anggota Ekstra Kurikuler (Ekskul) Bahasa Jepang di SMA Negeri 1 Widodaren yang mendapat bantuan biaya sekolah dari Nusantara Sapporo Indonesia (NSI) atau Nusantara Sapporo Indonesia Bunkakoryukyu selama hampir dua periode ini. Surat yang dimaksud Zubzub ini adalah surat tahunan kepada orang tua asuh di Jepang. Surat itu nantinya akan dikirim ke Jepang, sebagai salah satu kewajiban penerima bantuan.
“Guru Bahasa Inggris saya ini, pembimbing beasiswa NSI, galak dan sensitif dengan panjang-pendek-miringnya Hiragana. Dulu beliau pernah kuliah di Jepang. Sepulangnya dari Jepang, beliau membuat klub Bahasa Jepang waktu saya masih kelas X. Saya ikut klub itu, dan waktu ada info bantuan biaya sekolah ini, saya ikut mengajukan,” terangnya ketika ditanya tentang bagaimana mendapatkan beasiswa ini.
Menurut keterangan pembina beasiswa ini, ada tiga kriteria yang membuat seorang siswa layak diajukan untuk mendapatkan beasiswa ini, yaitu: prestasi akademis di kelas, kondisi ekonomi, kemauan dan kemampuan dalam belajar bahasa Jepang dan keaktifan dalam kegiatan sekolah. Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Alfian Helmi, mahasiswa S2 Jurusan Sosiologi di Graduate School of Letters, Hokkaido University, yang menjadi penanggung jawab Program Beasiswa NSI untuk Anak Indonesia.
“Kami berharap bahwa bantuan belajar yang tidak besar ini bisa membantu pendidikan pelajar di Indonesia, meskipun masih dalam skala kecil dan baru membantu 31 pelajar di Indonesia. Ini bukan hanya sekedar sumbangsih kecil kami, diaspora orang Indonesia di Hokkaido, bukan hanya sebagai ikatan emosi antara Indonesia dan orang Jepang pecinta Indonesia, juga bukan hanya untuk kelangsungan belajar para penerimanya, tapi kami berharap adanya lejitan semangat dan kontribusi oleh penerima bantuan bagi sekolah dan masyarakat,” terang Helmi, ketika dikonfirmasi via email.
Pendidikan itu Melejitkan Semangat dan Kontribusi Nyata Bagi Sekitar. Lejitan semangat dan kontribusi nyata bagi sekitarnya inilah yang terjadi pada Zubzub yang membuatnya menerima bantuan belajar dari NSI. Dia yang awalnya pendiam ini mengaku mengalami perubahan beratus-ratus derajat setelah menjadi siswa SMAN 1 Widodaren.
Berbagai kegiatan dan organisasi dia ikuti hingga slogan P4 (Pergi Pagi Pulang Petang) pun tersemat padanya, mulai dari PMR, OSIS, Rohis, Jurnalistik dan lain-lain. Ketua ROHIS periode 2015/2016 ini juga mengikuti banyak lomba dan berhasil meraih beberapa predikat juara, di antaranya: Juara 3 Debat PAI se-Kabupaten Ngawi 2015, Juara 2 Debat Wawasan Kebangsaan se-Kabupaten Ngawi 2015, dan Juara Harapan 2 Lomba Implementasi Budaya Baca Tingkat Jawa Timur 2016 di Surabaya.
Dilahirkan pada bulan Juni 1999 dari keluarga petani yang sederhana, anak ke 4 dari 5 bersaudara ini awalnya tidak begitu mempunyai banyak mimpi dan cita-cita. Namun, bantuan belajar dari NSI Jepang yang diterimanya telah mengubah dia untuk senantiasa bekerja keras untuk mengejar cita-citanya.
Dia sangat menyukai ungkapan yang disampaikan oleh Bung Karno, “Bermimpilah setinggi langit, sekalipun kau jatuh, kau akan jatuh di antara bintang-bintang.” Dia pun kini sedang mempersiapkan diri untuk jenjang perkuliahan dan berharap untuk bisa memperoleh beasiswa Bidik Misi untuk S1-nya nanti. Selamat Hari Pendidikan Nasional. (Puthut/KN)