Berulang dan berulang lagi, seperti jadi sebuah tradisi tiap kali ada acara entah itu acara kecil seperti nanggap layar tancap di kampung sampai acara besar seperti halnya perayaan Agustusan selalu memperlihatkan pemandangan yang sama. Sampah berserakan di mana – mana. Bahkan sampai acara yang bertajuk keagamaan pun ikut andil dalam tradisi ini.
Sampah – sampah kotori kota kita. Geregetan? Sedih? Prihatin? Gondok? PASTI.
Namun yang jadi pertanyaan, apakah semua orang merasakan hal yang sama? Atau ternyata cuma segelintir orang aja yang merasakan? Kalau semua orang, yang terjadi pasti tidak akan ada sampah bisa di mana -mana. Mereka akan tetap berada ditempat yang memang sudah disediakan buat mereka. Tapi lain halnya kalu ternyata cuma segelintir orang yang merasakan. Sampah bertebaran bingung tidak tahu tempatnya di mana.
Saat Sampah – sampah kotori kota kita, Kita mau apa? Kita bisa apa? Mau menegur?? Sudah pernah saya lakukan dan yang terjadi justru malah disewotin, dicibir, dan mendapat omongan yang membuat merah telinga. Diladenin, akibatnya malah kemana – mana, tidak diladenin, bikin nyesek.
Coba sebagai gambaran saja. Rumah kita ada sampah di mana – mana, bagaimana perasaan kita? Jangankan orang lain, anak kita saja kalau buang sampah sembarangan bisa kita marahi. Selesai makan pakai tisue lalu buang sekenanya, makan jajan digletakin bungkusnya di mana suka, atau minum minuman kemasan, habis minum lempar kemasan bekasnya ke kolong meja. Nah, bagaimana coba??
Ini kota kita, ini taman kita, ini jalan kita. Bukankah kota kita sama halnya dengan rumah kita dalam konteks yang lebih luas?? Kenapa kita bisa tidak peduli bahkan seringkali tutup mata dengan kondisi ini??
Hhhh… Himbauan hanya terdengar dan terlihat hanya sekedar saja. Sampai mulut berbusa, otot tegang, biaya tidak sedikit, tapi tetap kesadaran masih saja tipis. SALAH!! Mereka tahu. Akan tetapi alasan – alasan selalu mereka ajukan untuk menjadi pembenaran dari apa yang mereka lakukan. Yang tempat sampahnya tidak ada lah, tempat sampahnya jauh lah, dan yang sering saya dengar mereka bilang “Hallahh… Paling bentar juga ada yang bersihin Mas. Mereka kan udah dibayar buat bersih – bersih “. Ah….. Pikiran yang sangat konyol…
Tapi kembali lagi. Kita mau apa?? Kita bisa apa?? Semoga kita masih tetap bisa peduli.
|Oleh Arif S Handoko – Pemerhati Ngawi