Batik Tulis Sidomukti Tetap Eksis Menjaga Tradisi. Foto-KN
WIDODAREN – Siapa gerangan yang tidak terpukau menikmati goresan tangan istimewa canthing pembatik Sidomukti?
Tepat di Desa Banyubiru Kecamatan Widodaren, para perajin batik tulis berkomitmen nguri-uri (red : menjaga dan melestarikan) tradisi batik tulis dari leluhur. Salah satunya adalah Maunatun, generasi ketiga yang menjaga keberadaan tradisi pembuatan batik tulis Sidomukti.
“Menjaga tradisi, ini warisan dari orang tua saya. Beliaunya keturunan Solo langsung,” tutur Maunatun.
Tahun sebelumnya, di kisaran tahun 1980an batik tulis Sidomukti sangat diminati oleh masyarakat Ngawi khususnya. Batik Sidomukti Tempurejo di masa itu kerap dipesan untuk melengkapi kesakralan dan keberkahan kegiatan seremonial seperti pernikahan, khitanan, atau kematian.
Seiring perjalanan tahun dan persaingan pasar batik di masyarakat, terlebih dengan penguasaan batik oleh batik cap atau cetak semakin mendesak batik tulis ke belakang. Hal tersebut dianggap Maunatun dan anggota pembatik lainnya sebagai kendala namun juga tantangan.
Seolah gayung tersambut, tekad menjaga tradisi batik tulis tersebut mendapat dukungan dari Pemerintah Kabupaten Ngawi melalui pelatihan-pelatihan peningkatan kapasitas pembatik. Serta terbentuknya Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Barokah yang mulai berdiri tahun 2016 lalu mampu memperkuat eksistensi batik sidomukti tersebut.
Batik Tulis Sidomukti Tetap Eksis Menjaga Tradisi. Motif batik tulis yang dihasilkan cukup beragam, dengan sentuhan warna alam yang tampak adem serta goresan tangan yang rapih membuat batik tulis tersebut tampak elegan. (ern/ske)