“Perbankan syariah dapat menjadi pemain kunci dalam memobilisasi dana untuk proyek-proyek yang mendukung SDGs,” kata Prof Idah dalam pidato ilmiah pengukuhannya di kampus UMM di Malang, Jawa Timur, Sabtu.
Selain itu, katanya, tantangan pembangunan berkelanjutan tidak dapat diatasi hanya melalui pendekatan satu dimensi, sehingga memerlukan regulasi yang kuat dan berbasis intersektoral.
Hal itu, kata Idah, menunjukkan bahwa sektor keuangan, terutama perbankan syariah, memiliki peran penting dalam memberikan kontribusi nyata terhadap tujuan-tujuan pembangunan global dan SDGs.
Baca juga: UMM kukuhkan guru besar anumerta bidang Ilmu Agroteknologi
Dalam buku pidato ilmiah pengukuhannya, Idah juga membahas konsep pembiayaan syariah multilayer. Konsep ini diilhami oleh anatomi bangunan gedung yang terdiri atas fondasi, pedestal dan pilar.
Fondasi terdiri atas kerangka regulasi yang matang, komitmen yang kuat, dan infrastruktur keuangan yang memadai.
Tiga elemen fondasi tersebut menjadi penopang bagi lima pilar utama. Di antaranya diversifikasi produk dan pembiayaan, pengembangan kapasitas SDM, manajemen risiko dan kepatuhan syariah, kecukupan modal, serta literasi dan adopsi keuangan syariah.
Penguatan kebijakan intersektoral yang diimplementasikan melalui kolaborasi berbasis inovasi terbuka juga penting. “Kerja sama lintas sektor dan inovasi terbuka adalah kunci utama keberhasilan dalam meningkatkan peran intermediasi perbankan syariah, yang pada gilirannya membantu meningkatkan pencapaian SDGs,” katanya.
Sementara itu, Prof Dr Widayat mengemukakan isu-isu mengenai green economy, green marketing, green consumer behaviour, dan responsible production and consumption, yang merupakan salah satu pilar pembangunan berkelanjutan (SDGs), menyisakan pekerjaan rumah yang menarik.
“Menciptakan gaya hidup yang seimbang dan berkelanjutan sangat penting. Selain itu, kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat tidak hanya ditentukan oleh tinggi rendahnya pendapatan dan ukuran ekonomi. Kondisi sosial dan lingkungan juga menentukan kesejahteraan dan kebahagiaan,” ujarnya.
Meningkatkan kesejahteraan, katanya, dapat ditempuh tidak hanya dengan meningkatkan pendapatan, namun juga perlu diimbangi peningkatan kualitas lingkungan, dimana mereka bekerja dan hidup.
Bahkan, problem-problem sosial, seperti budaya hidup tidak sehat, persoalan kesemrawutan transformasi, dan kondisi lingkungan fisik yang buruk berkontribusi kuat terhadap kesejahteraan, termasuk polusi udara, pencemaran lingkungan, persoalan sampah, dan lain-lain.
Menurut Widayat, untuk menciptakan kondisi lingkungan sosial yang baik, membentuk kebiasaan berperilaku amar ma’ruf dan anti-mungkar yang relatif permanen, dapat dilakukan dengan dakwah terintegratif.
“Sementara social marketing merupakan sebuah pendekatan yang mengadopsi prinsip- prinsip conventional marketing, yang lebih relevan terhadap problem sosial dan lingkungan, hal itu jika dibandingkan dengan pendekatan tradisional yang kerap diberlakukan seperti pemberlakuan denda, hukuman atau sekedar kampanye sosial,” kata dia.