Gerak jalan tradisional Suryo-Ngawi dengan menempuh jarak 20 kilometer merupakan agenda tahunan yang digelar Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ngawi dalam rangka memperingati Hari Pahlawan 10 Nopember. Meskipun cuaca panas, tidak menyurutkan para peserta untuk terus melangkahkan kakinya demi mengenang perjuangan para pahlawan, Sabtu (15/11).
Di awali start dari area Wana Wisata Monumen Suryo tepatnya di Desa Sidolaju, Kecamatan Widodaren sedangkan finisnya di depan Pendopo Wedya Graha Kabupaten Ngawi. Siswanto Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Ngawi sekitar pukul 09.00 WIB langsung memberangkan para peserta gerak jalan yang berjumlah 236 regu masing-masing terdiri 17 orang, seperti dilansir SiagaCom.
Ratusan regu tersebut sesuai perincianya terdiri 12 regu sebagai peserta kehormatan dari TNI/Polri, Satpol PP, DPRD Kabupaten Ngawi dan ditambah dari beberapa SKPD dilingkup Pemkab Ngawi. Sedang dari pelajar setingkat SMP berjumlah 71 regu, setingkat SMA 50 regu dan 100 regu dari organisasi kepemudaan dan elemen masyarakat. Dalam gerak jalan tersebut juga melibatkan 38 orang sebagai dewan juri yang notabene dari guru SD se-Kabupaten Ngawi.
Regu dari DPRD Kabupaten Ngawi sebagai tim pertama yang dilepas Siswanto Sekda Kabupaten Ngawi menyusul kemudian dari TNI/Polri dan Satpol PP. Kepada para awak media, Siswanto mengatakan gerak jalan sebagai momet rutin yang selalu digelar pihak Pemkab Ngawi tujuan utamanya untuk mengenang jasa pahlawan.
“Kalau bicara soal tujuan yang jelas untuk mengenang perjuangan dari pahlawan itu sendiri. Dan lainya sebagai revolusi mental dimana para pemuda harus mampu bangkit menggelorakan semangat pahlawan yang dibarengi dengan nilai-nilai luhur yang harus ditanamkan pada setiap jiwa mereka,” terang Siswanto.
Kemudian Anwar Rifai Kepala Dinas Pariwisata, Kebudayaan, Pemuda dan Olahraga (Dispariyapura) Kabupaten Ngawi selaku penyelenggara gerak jalan menjelaskan, momet gerak jalan diutamakan untuk mengenang kebiadaban PKI era 1948. Awal kejadian saat itu Presiden Soekarno memanggil semua gubernur dari provinsi untuk bertemu di Yogjakarta yang masih menjadi ibu kota Republik Indonesia.
Saat Gubenur Suryo dalam perjalanan pulang untuk kembali ke Surabaya, saat rombongan sampai di Dusun Bago, Desa Kedungalar, Kabupaten Ngawi, Gubenur Suryo beserta para rombongan dihadang oleh segerombolan pengikut Komunis, Beliau beserta rombongan dipaksa untuk memasuki area hutan dan dan langsung dibantai.