Tradisi sedekah bumi dengan melarung dua tumpeng besar berisi aneka hasil bumi ke tengah laut di perairan Teluk Prigi digelar meriah dengan kemasan adat Jawa yang khas.
Bupati Trenggalek Mochamad Nur Arifin hadir langsung menyaksikan jalannya prosesi adat tradisi yang telah berusia ratusan tahun tersebut.
“Bersyukur kita masih diberi kesehatan, kesadaran melestarikan budaya leluhur. Semoga kita senantiasa diberikan kesehatan kelancaran sampai sekarang,” kata Mas Ipin, sapaan akrab Bupati Arifin dalam kegiatan labuh laut atau larung Sembonyo di Teluk Prigi, Trenggalek, Selasa.
Ratusan hingga ribuan masyarakat Kecamatan Watulimo tumplek blek memadati area jalan desa setempat saat tumpeng agung beserta pernak-perniknya diarak dari Kecamatan Watulimo menuju pelabuhan. Tak sedikit warga yang mengabadikan prosesi ritual adat tersebut.
Tumpeng beserta pernak-perniknya itu setiba di pelabuhan digelar prosesi adat hingga doa untuk kemudian dilarung ke laut. Larung itu diikuti belasan hingga puluhan nelayan beserta masyarakat sekitar di Teluk Prigi.
Suparlan, tokoh masyarakat setempat, menyebut kegiatan itu diselenggarakan setahun sekali pada penanggalan jawa tepatnya bulan Selo. Kegiatan ritual adat itu, lanjutnya, merupakan wujud syukur masyarakat setempat atas hasil tangkapan ikan yang melimpah.
“Kegiatan Labuh Laut Larung Sembonyo ini lebih kepada wujud syukur para nelayan atas rezeki tangkapan yang melimpah dan doa harapan tidak ada musibah, kecelakaan dan bencana lainnya. Nelayan sehat, nelayan selamat dengan tangkapan melimpah,” katanya.
Ritual adat Labuh Laut Larung Sembonyo itu sudah berlangsung turun temurun. Menurut cerita rakyat, upacara itu merupakan kisah perkawinan antara Raden Tumenggung Yudho Negoro dalam rangka membuka wilayah di Prigi. Dalam ceritanya, ada sarana yang harus dijalani yaitu dengan menikahi Putri Gambar Inten, putri di tengahan.
“Pernikahan keduanya pada hari Senin Kliwon pada penanggalan Jawa. Raden Tumenggung minta setiap tahunnya diperingati dengan acara Labuh Larung Sembonyo,” imbuhnya.
Selain prosesi larung, rangkaian dalam kegiatan itu adalah penampilan kesenian jaranan hingga langgam tayub. Kegiatan itu lambat laun merambah ke sektor wisata kebudayaan dan selalu ramai dipadati pengunjung, termasuk para wisatawan.
“Lewat kegiatan itu sekaligus dapat meningkatkan perekonomian nelayan dan masyarakat serta meningkatkan pendapatan asli daerah Kabupaten Trenggalek,” katanya.