Perubahan zaman berevolusi dengan cepat, dari zaman masyarakat primitif hingga masyarakat modern, dari zaman masyarakat sosialis, demokratis, hingga individualis. Berbagai hiruk pikuk problematika negarapun silih berganti seiring dengan perkembangan pengetahuan dan teknologi. Masalah muncul dari tatanan pemerintahan paling atas hingga paling bawah.
Berbagai macam masalah yang berkaitan dengan persatuan dan kesatuan umat, kedamaian dan kesetaraan nampaknya masih hangat diperbincangkan. Apalagi pada suasana politik yang saat ini tengah memanas, tentunya banyak menimbulkan konflik, baik antar individu maupun golongan.
Tumpuan terbesar majunya negara ini adalah pada pundak setiap pemuda. Pemuda yang memiliki daya pikir yang luas, kreatif, inovatif dan kritis sangat diharapkan mampu membantu menyelesaikan dinamika permasalahan yang ada.
Satu ayat Alquran yang mampu menjawab permasalahan diatas adalah QS. AL-Baqarah ayat 43 : “Dirikanlah shalat, bayarlah zakat, dan rukuklah bersama orang-orang yang rukuk”. Perintah rukuk bersama orang-orang yang rukuk berarti juga perintah untuk melakukan shalat secara bersama-sama (berjamaah).
Sesuai sabda Rasulullah SAW dalam hadist :
“Apabila berkumpul tiga orang di suatu desa atau lokasi, kemudian di sana tidak dilaksanakan shalat jama’ah, berarti setan telah menguasai mereka. Maka hendaklah kamu berjama’ah, karena sesungguhnya srigala hanya akan memangsa domba yang terpisah dari kelompoknya”. (HR. Ahmad, Abu Dawud, dan An-Nasa’i)
Perintah dalam ayat Alquran dan Hadist tersebut adalah untuk menghidupkan kembali salat berjamaah dalam lingkungan masyarakat, dalam kehidupan sehari-hari.
Meleburnya Konsep Aku
Mengapa harus salat berjamaah? Salat berjamaah diharapkan mampu memberikan pendidikan sosial yang terarah dan menjadi pengendali diri manusia. Keakuan seorang muslim harus lebur secara konseptual bersama “aku” lainnya dan menjadi kami.
Sehingga komunitas muslim menjelma sebagaimana yang digambarkan Nabi Muhammad SAW. Bagaikan satu jasad yang seluruh anggota ikut merasakan derita, apabila salah satu organnya sakit. Bahkan lebih luas lagi, kesadaran kebersamaan tersebut bukan hanya mencakup sesama muslim, tetapi mencakup umat manusia secara keseluruhan.
Mengingat masyarakat sekarang mulai enggan melaksanakan salat berjamaah dan memilih untuk sholat sendiri di rumah, padahal manusia harus sadar bahwa esensi salat berjamaah memiliki makna yang luas dan berimplikasi dalam kehidupan sosial.
Kesadaran ini didasarkan atas prinsip bahwa pada hakikatnya seluruh manusia adalah satu kesatuan. Sehingga, menghasilkan solidaritas kemanusiaan yang tinggi dan kepekaan sosial yang dalam. Tidak merasakan apapun kecuali derita umat manusia, dan tidak akan berupaya kecuali mewujudkan kesejahteraan manusia.
Dalam pelaksanakan shalat berjama’ah, terkandung pendidikan berorganisasi. Di sana ada keteraturan, kerapian, dan kedisiplinan. Ada pula yang berkedudukan sebagai imam (pemimpin) dan makmum (yang dipimpin) yang berarti adanya tuntunan untuk patuh pada pimpinan dan diharapkan masing-masing sadar dengan posisinya serta tahu tugas yang diembannya.
Jadi, salat berjamaah mengajarkan kepada kita bagaimana berorganisasi yang baik, yang intinya adalah patuh pada pimpinan dan taat aturan. Dengan demikian umat islam akan menjadi satu komunitas yang solid, kuat, dan disegani.
Hidup itu ada 2 hal yang harus dijaga, yaitu habluminallah dan habluminannas. Salat berjamaah sekaligus mengaplikasikan kedua-duanya yaitu hubungan vertikal dengan Allah melalui sholat yang dilakukannya.
Serta hubungan horizontal antarmanusia melalui salat yang dilakukan secara berjamaah. Hubungan yang harmonis akan terjalin ketika masyarakat terbiasa melakukan salat berjamaah. Dari sinilah muncul interaksi dan timbullah rasa persaudaraan atas dasar keimanan. Kebersamaan yang terbangun akan memunculkan sikap perhatian dan peduli, sehingga terciptalah masyarakat yang saling tolong menolong dan bahu membahu.
Lantas bagaimana masyarakat mampu mewujudkan kecintaan terhadap gerakan salat berjamaah ini?
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan kecintaan terhadap salat berjamaah. Yang pertama adalah menumbuhkan dalam diri sendiri dorongan dan motivasi yang kuat untuk melaksanakan salat berjamaah. Dorongan dan motivasi ini tidak muncul dengan sendirinya.
Setiap individu harus memahami betul esensi dari salat berjamaah dan juga manfaatnya. Sehingga, motivasi itu jelas dan bisa menjadikan stimulus yang membangkitkan semangat untuk terus melaksanakan salat secara berjamaah. Dorongan dan motivasi ini bisa didapat dari membaca buku atau artikel, melihat tayangan-tayangan di televisi atau youtube, mendengarkan ceramah dan lain sebagainya.
Harus muncul kesadaran dalam diri sendiri untuk mau belajar sebagai kiat atau upaya untuk meningkatkan ketaqwaan dengan cara meningkatkan intensifitas dalam beribadah. Segala yang dilakukan diniatkan untuk mengamalkan Alquran dan As-sunnah dan mendapatkan ridho Allah SWT.
Pendidikan di Dalam Salat.
Peran pendidikan sangat besar dalam implementasi gerakan salat berjamaah. Pendidikan harus menanamkan nilai-nilai religius agar anak memahami dengan jelas substansi dari agama yang dianutnya. Pendidikan yang dimaksud bisa pendidikan formal seperti di sekolah atau non-formal seperti di lingkungan keluarga.
Ilmu pengetahuan agama Islam harus diajarkan pada anak-anak. orangtua atau guru juga harus memberi contoh salat berjamaah di masjid agar sang anak mengikutinya. Selain itu, orangtua atau guru tidak boleh lelah dalam menasehati dan mengingatkan kepada anak untuk melaksanakan salat berjamaah.
Selanjutnya adalah peran tokoh masyarakat yang sangat penting dalam menyiarkan gerakan salat berjamaah. Karena tokoh masyarakat adalah sosok yang mampu memberi teladan serta mudah diikuti tutur katanya. Maka sudah barang tentu masyarakat lebih mudah patuh dan mau melaksanakannya. Syiar ini dapat dilakukan melalui ceramah-ceramah rutin yang dilakukan atau melalui interaksi sehari-hari.
Organisasi Rencanakan Program Islami
Kiat selanjutnya adalah dengan menghidupkan organisasi di dalam desa, seperti karang taruna, dan lain sebagainya. Organisasi ini perlu merencanakan program-program Islami di masyarakat sebagai upaya mewujudkan masyarakat cinta salat berjamaah. Terutama di masjid dan bertujuan untuk memakmurkan masjid.
Langkah selanjutnya adalah sumbangsih dari pemimpin. Sebaik-baiknya ajakan atau dakwah dari ustadz/ah atau ulama, masih lebih mudah dilakukan oleh orang yang memiliki wewenang seperti pemimpin. Karena pemimpin memiliki wewenang membuat peraturan dan bersifat memaksa.
Pendakwah hanya mampu berdakwah secara lisan dan berharap hidayah datang serta hanya bersenjata dengan doa. Berbeda dengan pemimpin yang bersifat mengikat dan tegas. Maka hal ini adalah kesempatan yang bagus untuk memberi penegasan kepada masyarakat akan pentingnya salat berjamaah bagi keberlangsungan negara dan untuk mencapai kedamaian dan ketentraman masyarakat.
___
Oleh Wahyu Titana Eko Sambodo, Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo, Semarang.