Penggunaan Pupuk Organik Hayati Tingkatkan Hasil Pertanian Ngawi. Foto-Humas Lipi
SINE – Kabupaten Ngawi melalui Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Kabupaten melakukan alih teknologi berupa penerapan Pupuk Organik Hayati (POH) telah berhasil tingkatkan hasil pertanian, khususnya padi.
Sesuai data di LIPI, berkat peralihan penggunaan pupuk dari kimia ke hayati tersebut dalam beberapa tahun hasil pertanian di Ngawi meningkat signifikan dalam beberapa tahun, sekitar 20% hingga 30% dari semula.
Menurut Plt Deputi Bidang Jasa Ilmiah LIPI, Mego Pinandito, LIPI memiliki tanggung jawab untuk berpartisipasi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Salah satunya melalui pengaplikasian hasil penelitian LIPI oleh masyarakat, seperti halnya POH.
“Masyarakat tidak usah takut dengan alih teknologi, karena teknologi sifatnya mempermudah kehidupan dan memberi nilai tambah,” tegas Mego di sela-sela Diseminasi Kemampuan Iptek LIPI di Desa Pandansari, Kecamatan Sine, Ngawi, Kamis (15/06/2017) lalu seperti dilansir situs resmi LIPI.
Menurutnya, dengan mengoptimalkan penggunaan POH, selain hasil-hasil pertanian dapat lebih maksimal, harga hasil pertanian tersebut juga dapat lebih bersaing. Seperti yang ada di pasaran saat ini, hasil pertanian organik cenderung lebih mahal dan ini tentunya dapat dimanfaatkan untuk mendukung perekonomian masyarakat..
Sementara itu, Anggota Komisi VII DPR RI, Rofi Munawar yang juga hadir pada kegiatan LIPI kali ini menyampaikan dukungan akan pentingnya modernisasi dalam pertanian melalui alih teknologi seperti LIPI.
“Hal ini terutama karena Kabupaten Ngawi basis utamanya adalah pertanian dan kehutanan. Ke depannya, saya berharap alih teknologi dapat dilakukan di bidang kelautan juga,” tutur pria kelahiran Lamongan, Jawa Timur itu.
Dalam kesempatan itu, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Ngawi, Marsudi yang menyatakan bahwa sepanjang 2016 Kabupaten Ngawi terkategori surplus padi, hal ini salah satunya juga karena penggunaan POH dari LIPI itu.
“Todal padi yang dipanen sekitar 880.000 ton gabah kering giling dan hanya 20% yang dikonsumsi oleh masyarakat Ngawi,” ujarnya.
Sedangkan sisa kelebihan sekitar 80% padi itu disumbangkan untuk swasembada nasional. (kn/cse)