Bertempat di Pendopo Wedya Graha, budaya sakral tahunan berupa jamasan pusaka digelar oleh Pemerintah Kabupaten Ngawi. Siraman pusaka piandel kota Ngawi ini meliputi tombak antara lain Kyai Singkir dan Kyai Songgolangit serta payung Tunggul Wulung dan Tunggul Warono dilakukan tepat di hari jadi Kabupaten Ngawi yang ke-656, (04/07).
Ritual dipimpin oleh Bupati Ngawi Budi Sulistyono serta dihadiri Unsur Pimpinan Daerah (Unspinda) dan para staf dilingkungan Pemkab Ngawi dengan memakai pakaian adat kejawen yang berlangsung dengan khidmat.
Jamasan pusaka dilakukan oleh sesepuh agung Ki Suharno Ilham satu persatu pusaka yang cukup memiliki filosofi ini disiram dengan beberapa rupa kembang dan sesaji lainya dengan diikuti dengan kalimat mantra.
Sebelumnya pusaka milik Pemkab NgawiKabupaten ini diboyong dari plangkanya yang ada didalam Pendopo Wedya Graha dengan dikawal oleh lima sesepuh yang dipimpin oleh Ki Sugito yang merupakan Ketua Permadani Cabang Ngawi.
“Ritual jamasan pusaka tidak bisa dilepaskan dengan sejarah awal berdirinya Kabupaten Ngawi, dengan demikian ritual seperti yang kita lakukan sekarang ini keberadaanya harus dilestarikan supaya generasi penerus nantinya akan tahu makna yang terkandung didalamnya,” terang Budi Sulistyono Bupati Ngawi.
Semetara jalannya rakaian dalam memperingati HUT Kabupaten Ngawi ke-656 Bupati Ngawi beserta wakilnya dan para staf melakukan ziarah ke makam leluhur.
Antara lain makam Raden Tumenggung Poerwodiprojo yang ada di belakang Masjid Jamii Baiturrahman Ngawi, makam Patih Pringgo Koesoemo di Ngawi Purba, makam Raden Adipati Kertonegoro di gunung Sarean Kecamatan Sine dan di akhiri ke makam Raden Patih Ronggolono dan Putri Cempo di Desa Tawangrejo, Kecamatan Ngrambe.