Bicara masalah kemiskinan dan kemlaratan di kabupaten ini terasa tak akan ada habisnya. Di sisi lain, gebyar pembangunan kota sebagai sentral pemerintahan dengan menyedot anggaran yang begitu besar, berharap mampu mewujdkan sebagai kota yang spektakuler. Dalam catatan redaksi media ini, Kabupaten Ngawi di tahun 2013 kemarin sempat mendapat beberapa penghargaan di tinggkat propinsi juga nasional, suatu prestasi yang gemilang
Penghargaan Parahita Ekapraya (APE) Tingkat Madya, yakni daerah yang memiliki komitmen dalam upaya mewujudkan kesetaraan gender, pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak. Namun media ini masih menemukan warga yang tinggal di tengah hutan di wilayah Kecamatan Bringin.
Sugiono selaku kepala keluarga beserta istri dan 4 orang anaknya itu tinggal di hutan. Mereka sempat hidup selama 15 tahun di petak rumah ukuran 3 x 3 meter bersama kambing piaraan. Anaknya yang masih usia sekolah, harus berjalan kaki sejauh 3 kilo meter. Atas kepedulian komuitas TKI/TKW Hongkong dan Taiwan, melalui Ngawi Peduli keluarga Sugiono dibelikan tanah beserta rumah (meski kecil). Sekarang kehidupan keluarga Sugiono lebih layak dari sebelumnya.
Penghargaan sebagai Kota Layak Anak, yaitu penghargaan pemerintah pusat pada Kabupaten Ngawi yang telah menerapkan kebijakan pembangunan berbasis hak anak. Media ini menemukan salah satu warga di Desa Babadan, Kecamatan Pangkur, yang memiliki 4 orang anak yang masih kecil-kecil. Rima Maulidya Pramesti, putri pertama pasangan Kuswanto dan Dyah Palupi nyaris putus sekolah karena keterbatasan ekonomi orang tuanya.
[quote style=”2″]
Rima yang saat ini duduk di bangku kelas VIII di MTs Negeri Babadan bisa melanjutkan sekolah atas bantuan salah satu dermawan asal Jakarta yang mau menjadi orang tua asuhnya melalui Ngawi Peduli. Dan atas kepedulian RUMJASE, yakni komunitas TKW Hongkong, Rima dan adiknya Faradila yang duduk di kelas III SDN Babadan bisa memiliki sepeda untuk sekolah.
[/quote]
Ada lagi salah satu anak berusia 6 tahun belum bisa duduk, kesehariannya selalu dalam gendongan ibunya. Maya Sefty Fitriasari, putri pertama pasangan Setu dan Marmi warga Desa Mojo, Bringin itu diduga mengalami kelainan syaraf otak dan sumsum tulang belakang. Atas gerakan Ngawi Peduli, Maya dibantu kursi roda dengan maksud meringankan kerepotan ibunya. Meski sempat dilaporkan ke Dinas Sosial Ngawi, namun hingga berita ini ditulis belum ada perhatian nyata.
Penghargaan Swasti Sabha Padapa Arutala, yakni penghargaan sebagai Kabupaten Sehat (Swasti Saba) tahun 2013 dari Kemenkes RI. Penghargaan ini diberikan pemerintah pusat karena Kabupaten Ngawi dinilai menjadi daerah yang bersih, nyaman, aman dan sehat. Media ini juga mencatat masih adanya warga yang harus dipasung karena gangguan jiwa.
Dwi Purwanigsih (32) putri kedua Sulastri, janda berumur 55 warga Dusun Manjungsari, Desa Wakah, Ngrambe ini harus dipasung. Purwaningsih yang punya bakat nyanyi Campursari itu diaggap mengganggu kenyamanan tetagganya karena biasa mengamuk. Meski sempat dirawat di RS Jiwa Solo da Klinik Jiwa RSUD Ngawi, kondisi Purwanigsih belum membaik, dan akhirnya dibawa pulang.
Menurut Mito Hadi, salah satu Tim Ngawi Peduli saat ditemui di kediamannya di Jl. Sukowati, Kamis (02/10/2014), pihaknya menyebut kurang seriusnya pemerintah daerah untuk membuat Kabupaten Ngawi Spektakuler yang sesungguhnya, yakni spektakuler di segala bidang. Kita sebagai warga Ngawi, mencoba ikut membantu program Pemerintah Daerah bidang Kemanusiaan dan Sosial melalui Gerakan Ngawi Peduli dengan menggandeng teman-teman TKI TKW asal Ngawi yang saat ini bekerja di Luar Negeri.
“Spektakuler yang ada baru sebatas kegiatan gemerlap pembangunan kota sebagai pusat pemerintahan, namun dari sisi kehidupan ekonomi, kesehatan, pendidikan warga terutama di pinggiran masih banyak kita jumpai hidup jauh dari layak,” terang Mito Hadi pada media ini.
“Pak Gio (Sugiono) warga Desa Bringin saat kami temukan di hutan, mereka (keluarganya) tinggal satu atap dengan kambing piaraan. Kediamannya yang sempit, mereka berenam, Ayah, Ibu dan keempat anaknya, tidur dalam satu ranjang. Sementara dinding rumahnya terlihat bolong-bolong, dan bila malam hanya ada satu lampu minyak. Bagaimana anaknya yang sekolah itu bisa belajar, keadaannya begitu gelap,” lanjutnya.
“Kami (Ngawi Peduli) mencoba sharing dengan teman-teman BMI (TKI/TKW) untuk mencoba membelikan sebidang tanah termasuk rumahnya. Dan alhamdulillah, sekarang kediaman Pak Gio sudah tersentuh program Bansos dari PNPM Kecamatan Bringin,” urainya.
Untuk Rima, siswi MTs Babadan, lanjut Mito Hadi, dia memang anak yang pintar dan berpotensi. Rima sempat kirim SMS ke saya mengenai cara mendapat bantuan dan keringanan biaya sekolah. Keluhannya itu sempat dirilis di media online ternama di Ngawi, kalau nggak salah Media Infongawi.Com
“Ya kami mencoba sharing dengan BMI, pihak Rumjase Hongkong langsung membelikan sepeda untuk sekolah Rima. Sebelumnya Rima dan adiknya harus berjalan kaki sejauh hampir 3 kilo meter bila pergi sekolah. Untuk biaya sekolah Rima, alhamdulillah ada dermawan dari Jakarta yang mau peduli atas sekolah Rima dengan menjadi orang tua asuhnya,” jelasnya.
“Untuk Maya kami sempat membawa berkasnya ke Dinas Sosial Kabupaten Ngawi dengan maksud agar mendapat perhatian. Pak Edy Waluyo Kabid Rehabilitasi yang kami temui bulan Juli lalu memang berjanji akan meninjau keadaan Maya, namun hingga saat teryata belum kesana. Akhirya kami upayakan kursi roda untuk Maya bantuan dari teman-teman BMI Hongkong,” ungkap Mito Hadi terlihat kecewa atas komitmen Dinas Sosial Ngawi.
[quote style=”2″]
Masalah Dwi Purwaningsing warga Desa Wakah, Kecamatan Ngrambe, terangnya, dia (Purwaningsih) sepertinya mengalami depresi. Sempat kami arahkan agar dirawat di Klinik Jiwa RSUD Ngawi dengan menggunakan kartu Jamkesmas/BPJS.
[/quote]
“Meski dulu sempat dirawat di RS Jiwa Solo, dan pindah ke Klinik Jiwa RSUD Ngawi, namun karena keadaanya seperti itu (biasa ngamuk) kami sarankan lagi untuk dirawat kembali. Mengingat tetangga merasa terganggu atas ulah Purwaningsih yang terkadang membahayakan orang lain,” jelasnya.
“Yang baru-baru ini kami juga memberi bantuan berupa kursi roda dan uang sekolah untuk Juned, satri kelas VIII MTs Al Jauhar di Pondok Yayasan Ma’rifatul ‘Ulum, Bringin Ngawi. Juned anak pasangan Supriyanto dan Bugiyati warga Dusun Nampu Desa Bringin, dia mengalami kelumpuhan. Hingga saat ini belum ada kepedulian campur tangan pemerintah daerah,” ungkap Mito Hadi pada media ini.
Sumber : Tabloid Wilis, Edisi 91 / Oktober 2014 / Tahun III
Share Post from InfoNgawi