“Hampir semua daerah berpotensi memiliki kerawanan. Misal, kerawanan politik uang tidak hanya sekadar persoalan para politikus-nya, warga, budaya dan pendidikan politiknya, namun persoalannya sangat kompleks di masing-masing daerah,” katanya usai menutup kegiatan di Kabupaten Jember, Selasa.
Menurutnya potensi kerawanan seperti politik uang bisa terjadi di seluruh kabupaten/kota di Jawa Timur menjelang pilkada, sehingga pihak Bawaslu akan berusaha untuk menekan terjadinya potensi kerawanan konflik tersebut.
“Semua pihak harus terlibat untuk mencegah terjadinya kerawanan konflik pada pilkada seperti tokoh masyarakat, peserta pilkada, media dan lainnya, sehingga bukan hanya tugas penyelenggara pemilu saja,” tuturnya.
Ia menjelaskan tugas Bawaslu untuk menekan terjadinya kerawanan dalam pilkada ada dua yakni pencegahan dan penindakan, sehingga upaya pencegahan akan dilakukan secara masif dan dimaksimalkan agar potensi kerawanan tersebut dapat ditekan.
“Apabila sudah terjadi maka tugas Bawaslu untuk melakukan penindakan kepada pihak-pihak yang melakukan pelanggaran pilkada,” ujarnya.
Berdasarkan data Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) 2024 yang diluncurkan Bawaslu tercatat bahwa Provinsi Jawa Timur menempati posisi ketiga pada provinsi yang memiliki kerawanan rendah.
Indeks Kerawanan Pemilu merupakan instrumen yang disusun Bawaslu untuk memetakan potensi kerawanan sekaligus alat deteksi dini dalam rangka meminimalkan potensi pelanggaran.
Ada empat isu krusial dalam IKP tersebut yakni potensi maraknya hoaks; kemudian politisasi suku, agama ras dan golongan; selanjutnya politik uang; dan netralitas aparatur sipil negara (ASN), TNI/Polri.
Dalam perspektif mitigasi, kerawanan yang didefinisikan sebagai risiko yang berpotensi menghambat jalannya Pemilu yang demokratis, jujur dan adil, wajib dikelola melalui program, strategi dan langkah-langkah pencegahan yang efektif dan terukur.