Sri Edi Swasono lahir di Ngawi, Jawa Timur, 16 September 1940 adalah guru besar ekonomi di Universitas Indonesia. Ia pernah menjadi anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dari utusan golongan pada zaman orde baru. Ia juga merupakan saudara dari Sri Bintang Pamungkas.
Ia banyak berkecimpung di dunia koperasi. Ia adalah menantu pertama Bung Hatta. Sri Edi menghabiskan hidupnya untuk menimba ilmu serta untuk memperjuangkan pembangunan koperasi di Indonesia.
Sri Edi Swasono mengawali latar belakang pendidikan tingginya dengan menjadi siswa SMA Negeri 4 Surakarta lalu menjadi mahasiswa Ekonomi FEUI dan lulus pada tahun 1963. Kemudian melanjutkan studi S2 memperoleh gelar MPIA pada University of Pittsburgh pada tahun 1966.[butuh rujukan] Tidak lama setelah itu, ia menyelesaikan studi S3 dan meraih Ph.D pada universitas yang sama(1969).
Sri Edi Swasono tokoh ngawi yang produktif. Banyak karya, pengalaman, serta penghargaan yang dihasilkan dari kerja kerasnya. Karya-karyanya antara lain adalah Terobosan Kultural (1986), Demokrasi Ekonomi: Keterkaitan Usaha Partisipasi VS Konsentrasi Ekonomi (1988), Sistem Ekonomi dan Demokrasi Ekonomi (1991), dan Menuju Pembangunan Perekonomian Rakyat (1998).
Sebagian besar pengalamannya di bidang pendidikan yaitu sebagai Pengajar di SESKOAD (sejak 1971), Lemhanas (sejak 1973), dan Staf Pengajar Tetap FEUI. Selain itu ia juga adalah Ketua Umum Himpunan Pengembangan Ilmu Koperasi (sejak 1987) dan Ketua Umum Dewan Koperasi Indonesia (Dekopin, sejak 1988). Atas perjuangan serta pengabdiannya, ia telah dianugerahi berbagai penghargaan dari dalam negeri dan juga luar negeri.
Penghargaan yang dianugerahkan kepadanya antara lain adalah Satya Lencana Dwidya Sistha SESKOAD, Satya Lencana Dwidya Sistha SESKOAL, Satya Lencana Dwidya Sistha Lemhanas, Penghargaan Dewan Hankamnas, serta Penghargaan Kolonel dari Gubernur Kentucky (USA 1986).
Ia mengajarkan bahwa konsep Koperasi adalah pilar utama untuk meraih ekonomi yang demokratis dan mandiri. Konsep koperasi ia perbandingkan dengan neoliberalisme. Baginya, neoliberalisme justru menjadi penyebab menurunnya kesejahteraan Indonesia. Neoliberalisme ekonomi menciptakan daulat pasar, bukan daulat rakyat.
|Wikipedia