NGAWI — Peningkatan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan merupakan tantangan bagi upaya pelestarian ekosistem hutan Gunung Lawu, termasuk dalam upaya pengembangan potensi masyarakat setempat.
Potensi di masyarakat setempat yang bisa dikembangkan seperti hasil kerajinan tangan, olahan pertanian dan perikanan, hingga inisiasi obyek wisata alam baru maupun homestay.
Salah satu tim pemenang hibah Teknologi Tepat Guna (TTG) Direktorat Pengabdian Universitas Gadjah Mada (UGM) di Desa Jaten, Kecamatan Jogorogo menggali potensi dan mewujudkan pengembangan tersebut.
Tim yang terdiri dari Atus Syahbudin, S.Hut., M.Agr., Ph.D. (Fak. Kehutanan), Nasih Widya Yuwono, S.P., M.P. dan Zulfa Parulian Alzuhdy (Fak. Pertanian), serta Ridla Arifriana, S.Hut., M.Sc. (Sekolah Vokasi) terus mendorong upaya pengembangan bunga telang (Clitoria ternatea, Famili Fabaceae).
Kegiatan TTG telah diawali dengan penyadaran masyarakat tentang potensi dan manfaat bunga telang. Poster dan booklet telah disusun dan dibagikan. Tanaman legum merambat penghasil bunga telang dapat dibudidayakan di pekarangan rumah.
Mahkota bunga telang yang berwarna biru memberikan banyak manfaat atau berkhasiat bagi kesehatan. Antara lain: detoksifikasi, obat batuk, meredakan infeksi tenggorokan, sakit kepala, dan bisul. Dapat pula untuk mengatasi stres, gangguan penglihatan, mencuci darah, dan memperkuat saraf tubuh.
Pengembangan yang dilakukan adalah meningkatkan produksi bunga kering. Tim TTG UGM mengenalkan bunga telang dengan mahkota bertumpuk dan penerapan teknologi vertikultur, 25/10. Hal ini memungkinkan petani bunga telang dapat menjual lebih banyak bunga kering dan mendapatkan uang lebih banyak lagi.
“Selama pandemi ini saya memanen hampir 10 kg bunga kering. Awalnya, saat lockdown, saya tidak bisa menjualnya. Pada waktu agak longgar, saya dapat menjualnya sekitar Rp 200.000. Hasilnya itu untuk mengeramik lantai rumah,” ujar Sarsam Wahyudi sambil menunjuk lantai rumahnya yang baru.
Dengan menanam bunga telang bermahkota tumpuk, salah satu anggota Kelompok Tani Citrun Jaya ini menatap masa depan dengan sangat optimis. Bibit unggul dari tim TTG UGM benar-benar membuatnya bangga dan senang.
Belum lagi penggunaan teknologi verikultur yang disarankan oleh Nasih. Praktisi bunga telang dari Fakultas Pertanian UGM ini meminta agar penanaman bibit unggul bunga telang dilakukan secara verikultur. Hal ini memungkinkan tanaman telang memperoleh cahaya matahari lebih optimal.
“Batang tanaman bunga telang dibuat yang kokoh dan besar, diberi tiang dan anjang-anjang (penopang), sehingga tanaman dapat merambat lebih tinggi. Cabang-cabangnya yang banyak dapat menjuntai ke mana-mana,” terangnya.
Lebih lanjut Nasih yang juga penemu teknik ember tumpuk tersebut juga menjelaskan bahwa bunga yang dihasilkan akan lebih banyak lagi karena memperoleh sinar matahari secara merata, dari bawah hingga atas.
Sementara itu, Atus selaku ketua tim TTG berharap agar seiring dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat, tingkat ketergantungannya terhadap hutan sebagai sumber pangan dan kayu bakar dapat menurun drastis.
“Saat masyarakat mulai menerima uang dari alternatif penghasilan seperti pembayaran homestay, uang parkir obyek wisata alam atau penjualan bunga telang, kami berharap masyarakat pun tidak lagi mengganggu hutan,” ujarnya.
Atus yang juga menginisasi berbagai solusi kegiatan ekonomi di sekitar gunung lawu tersebut juga berharap masyarakat dengan senang hati turut menjaga dan melindunginya karena berkait erat dengan sumber uang mereka.
Kepada redaksi Atus juga menjelaskan tentang pemulihan ekosistem secara alama di hutan pegunungan. Akar tanaman ini mampu mengikat nitrogen dari udara sehingga turut menyuburkan tanah di sekitarnya.
Ada juga pemulihan sumber air di hutan, udara sejuk, lanskap, dan pelestarian flora dan fauna, termasuk pula kesejahteraan masyarakat dari penerapan teknologi yang ramah lingkungan. (*/kn)