“Dalam amicus curiae tersebut dijelaskan bahwa putusan No. 454/Pid.B/2024/PN.Sby yang mana hakim membebaskan terdakwa tersebut tidak dilandasi dengan prinsip penegakan hukum yang adil dan benar, mengingat kematian Dini yang tidak wajar nyatanya tidak menjadi pertimbangan, sehingga majelis hakim dalam perkara ini dinilai melakukan penyalahgunaan kewenangan (abuse of power),” kata Ketua Tim Amicus Curiae Ubaya Salawati, S.H., M.H., di Surabaya, Selasa.
Adapun sivitas akademika Ubaya yang mendukung penyusunan amicus curiae guru besar dan akademisi FH Ubaya adalah Prof. DR. Hj. Hesti Armiwulan S., Dekan FH Ubaya, DR. Hwian Christianto – Wakil Dekan 1, Peter Jeremiah, MH – Wakil Dekan II & Kriminolog FH Ubaya, Dr. Elfina Lebrine Sahetapy.
Selanjutnya, Pusat Studi HAM Ubaya dengan Ketuanya Dr. Sonya Claudia Siwu, Ketua Komsa FH IKA Ubaya & Advokat Alumni Ubaya Johanes Dipa Widjaja, Kantor Layanan Hukum FH Ubaya diketuai oleh Indra Jaya Gunawan, hingga Praktisi dan Akademisi Alumni FH Ubaya yang menjadi Anggota Komisi A DPRD Jatim, Dr. Freddy Purnomo.
Baca juga: PN Surabaya putus bebas Ronald Tannur terkait pembunuhan
Baca juga: Kajati Jatim nilai hakim kesampingkan keterangan ahli forensik
Berdasarkan keterangan, saksi-saksi menerangkan bahwa mereka bertemu dengan Dini dalam keadaan sehat dan terakhir kali melihat korban bersama dengan terdakwa juga dalam keadaan sehat.
“Dini terakhir kali bersama dengan terdakwa sesaat sebelum meninggal dunia, hal mana juga diakui oleh terdakwa, kemudian hasil visum et repertum menunjukkan Dini mengalami luka-luka. Ini tentu janggal, namun kejanggalan-kejanggalan seperti inilah yang seakan tidak dipertimbangkan oleh majelis hakim,” ujar Salawati.
Di sisi lain, hasil visum et repertum juga menunjukkan kematian Dini lebih disebabkan oleh luka majemuk pada organ hati akibat kekerasan tumpul sehingga terjadi perdarahan hebat, namun lagi-lagi majelis hakim tidak mempertimbangkan hal tersebut dan malah membuat pertimbangan kematian Dini seakan-akan disebabkan karena minuman beralkohol.
“Petunjuk-petunjuk yang seperti ini harusnya bisa dipertimbangkan oleh majelis hakim, sehingga hakim bisa memutus dengan adil dan benar sesuai prinsip hukum, perlindungan HAM dan penghapusan kekerasan terhadap perempuan,” kata Waka 1 Bidang Advokasi Komsa FH Ika Ubaya itu.
Menurutnya, kasus bebasnya terdakwa Gregorius Ronald Tannur atas pembunuhan Dini di PN Surabaya sangat menyita perhatian publik dan menimbulkan reaksi banyak pihak, termasuk Ubaya sebagai salah satu kampus hukum tertua di Kota Surabaya, tempat di mana perkara tersebut diadili.
Terdakwa dalam kasus tersebut adalah anak eks anggota DPR RI dan dilakukan dengan cara-cara yang keji. Namun majelis hakim yang diketuai oleh Erintuah Damanik dalam putusannya justru membebaskan terdakwa dari dakwaan penuntut umum. Banyak pihak yang juga turut menyampaikan kritik dan keprihatinan dalam kasus pembunuhan tersebut.
Salawati berharap dengan adanya amicus curiae yang disampaikan oleh keluarga besar Sivitas Akademika Ubaya tersebut menjadi upaya untuk memberikan catatan dan membantu menjadi masukan bagi Majelis Hakim Agung di tingkat kasasi dalam memutus perkara tersebut dengan menyatakan terdakwa terbukti bersalah dan menjatuhkan pidana kepada terdakwa sesuai tuntutan jaksa penuntut umum.