Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Kementerian Kesehatan (Kemenkes) tengah mengembangkan obat-obatan dari bahan alami atau yang dikenal dengan jamu. Dengan adanya program saintifikasi jamu, para peneliti melakukan uji klinik terhadap jamu untuk menjamin keamanan penggunaannya.
Sejumlah jamu yang berkhasiat untuk kesehatan ini juga akan dipatenkan, seperti halnya Jamu untuk Obesitas Hingga Pelancar ASI akan Dipatenkan. Kepala Balitbangkes Kemenkes Tjandra Yoga Aditama mengatakan, tahun 2014 ini sedang diajukan 8 paten dari tim peneliti Balitbangkes Tawangmangu, Jawa Tengah.
Delapan paten yang diajukan itu adalah komposisi formula jamu untuk obesitas, jamu untuk meningkatkan daya tahan tubuh, hepatoprotektor atau pelindung hati, anemia defisiensi besi, batu saluran kemih, hemoroid derajat I-III, osteoarthritis sendi lutut, dan jamu sebagai pelancar ASI (air susu ibu).
“Paten tentunya sangat bermanfaat dan melindungi peneliti kita dalam hal hak atas kekayaan intelektual,” kata Tjandra melalui siaran pers yang diterima Selasa (23/12/2014), seperti dilansir Kompas Health.
Tjandra mengatakan, saat ini ada beberapa paten jamu yang sudah terdaftar di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual. Jamu tersebut yaitu, Buah Krangean (Litsea cubeba) untuk afrodisiaka yang (didaftarkan tahun 2010), komposisi herbal penurun tekanan darah untuk hipertensi ringan (didaftarkan tahun 2013), dan komposisi herbal untuk hiperurisemia (didaftarkan tahun 2013).
Tjandra berharap agar jamu tidak diklaim negara lain. Jamu telah dikenal sejak zaman nenek moyang dan digunakan turun temurun oleh masyarakat Indonesia.
Tjandra pun memastikan bahwa jamu adalah obat tradisional yang berasal dari Indonesia. Ia menjelaskan, jamu berasal dari kata Jampi Usodo yang mempunyai arti ramuan kesehatan disertai dengan doa.
Tjandra mengatakan, bukti sejarah tentang jamu sendiri terdapat pada relief Candi Borobudur (tahun 772 SM), yakni lukisan tentang ramuan obat tradisional atau jamu. Bukti lainnya juga terdapat pada relief Candi Prambanan, Candi Penataran (Blitar), dan Candi Tegalwangi (Kediri) yang menerangkan tentang penggunaan jamu pada zaman dahulu.