NGAWI – Seni budaya khas memang sebuah mahakarya yang sepatutnya terus dilestarikan sebagai salah satu cara mengoptimalkan potensi dari sebuah daerah. Potensi sumber daya manusia yang dimiliki seniman, maupun potensi budaya itu sendiri sebagai daya tarik yang istimewa.
Sebuah suguhan istimewa dihadirkan oleh Sanggar Ketoprak Sri Budaya di Desa Kandangan, Kecamatan Ngawi, pada hari Senin (19/03/2018) malam. Tak lebih dari 20 penonton menyaksikan keluwesan dan begitu cekatannya para seniman dan seniwati Sanggar Sri Budaya menampilkan tata laku, tata wicara, dan olah perannya.
Seni Budaya Ketoprak Menjadi Suguhan Istimewa yang Harus Terus Dilestarikan. Sanggar Sri Budaya membawakan lakon “Lambang Sari Edan” yang menceritakan sebuah pengkhianatan yang dilakukan oleh Patih Kediri yang bernama Kudhasinupit, terhadap adipatinya sendiri bernama Resi Sidik Pramono yang ingin memiliki anaknya bernama Lambang Sari.
Beberapa foto yang diunggah di jejaring sosial facebook, Minggu (19/03/2018) usai pertunjukkan oleh Wiwien Purwaningsih yang diketahui adalah salah seorang abdi negara di Kabupaten Ngawi ini mendapatkan respon positif dan dukungan dari teman-temannya untuk terus melestarikan budaya. Ia menyampaikan mengapresiasi karya seni budaya yang terus dilestarikan di era digital ini.
“Apresiasi yang setinggi-tingginya untuk para seniman-seniwati yang dengan dedikasinya setia melestarikan kesenian yang hampir dilupakan,” ungkap Wiwien yang jadi berfikir karena tak lebih dari 20 orang penonton yang menikmati seni budaya penuh dengan makna ini.
Banyak temannya dari berbagai daerah justru sangat ingin melihat seni pertunjukkan yang memang dulu sangat fenomenal di kalangan masyarakat Jawa ini. Dukungan positif untuk terus melestarikan budaya ini menjadi sebuah optimisme bagi Wiwien pribadi untuk bisa mengangkat kembali potensi yang bisa menjadi daya tarik Ngawi ini.
Semoga keberadaan seni budaya ketoprak di Ngawi khususnya tidak akan pernah punah, justru akan bisa mengikuti perkembangan zaman dengan diolah sedemikian rupa tanpa mengurangi esensi cerita maupun makna dari setiap lakon-lakonnya. (kn/cse)