Bupati Ngawi Budi Sulistiyono (ketiga dari kanan) didampingi Ketua DPRD Dwi Rianto Jatmiko (kedua dari kanan) dan Wakil Bupati Oni Anwar (ketiga dari kiri)bersama melakukan panen raya padi organik seluas 20 hektar di Dusun Katak, Desa Kletekan, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, Senin, 14 November 2016 – Foto: JIBI/Nurudin Abdullah
Pemerintah Kabupaten Ngawi, Jawa Timur siap menjadi sentra produksi padi organik standar nasional untuk mengisi pasar dalam dan luar negeri yang cenderung terus meningkat.
Seperti dilansir Bisnis.com , Budi Sulistiyono, Bupati Ngawi, mengatakan kesiapan tersebut didasari atas ketersediaan hamparan sawah yang mencapai 50.000 ha baru tergarap untuk tanaman pagi organik sekitar 50 hektar pada tahun ini.
[quote]
“Hamparan sawahnya tersedia cukup luas di Ngawi, potensi pasarnya sangat bagus cenderung meningkat, kesiapan petani untuk beralih menanam dari padi konfensional ke padi organik juga cukup tinggi,” katanya, Senin (14/11/2016).
[/quote]
Dia menyampaikan hal itu seusai panen raya padi organik di Dusun Gatak, Desa Kletekan, Kabupaten Ngawi Jawa Timur. Luas areal pengembangan desa pertanian organik padi di Dusun Gatak itu mencapai 20 hektar.
Ngawi Siap Jadi Sentra Produksi Padi Organik. Budi / Kanang menjelaskan pengembangan tanaman padi organik di Dusun Gatak, Kletekan itu merupakan yang kedua setelah berhasil mengembangkan sawah padi organik binaan Komunitas Ngawi Organik Center (KNOC) di Guyung, Kecamatan Gerih mencapai 35 ha.
Untuk itu, lanjutanya, Pemkab Ngawi optimistis tahun depan dapat menambah sawah organik sampai lebih dari 20 ha sehingga pada 2018 menjadi seluas 60-100 ha menyusul banyaknya petani yang berminat karena lebih menguntungkan.
Adapun keuntungannya antara lain tanah sawahnya menjadi lebih sehat karena tidak ada lagi pupuk atau obat-obatan kimia, kualitas padinya lebih sehat untuk dikonsumsi, harga jualnya lebih tinggi mencapai Rp15.000-Rp30.000 per kg di atas harga beras konfensional Rp8.000-Rp9.000 per kg.
Sedangkan biaya produksinya relatif lebih rendah, untuk padi organik sebesar Rp. 7 juta per ha dengan produksi mencapai 7-8 ton per ha karena petani hanya membeli benih dan pupuk organiknya.
Selain itu, lanjutnya, Pemkab Ngawi juga memberikan subsidi berupa hibah seekor sapi per hektar sawah yang dikelola kelompok tani, laboratorium yang dibutuhkan, biaya sertifikasi sawah padi organik dan hibah mesih pengemasan produk.
Sementara itu Marsudi, Kepala Dinas Pertanian Kabupaten Ngawi, mengatakan beras organik dari Ngawi sudah dipasarkan di Ngawi, Sragen, Jombang, Nganjuk, Ponorogo hingga Jakarta dan Batam.
“Kami juga mulai menjajaki pasar ekspor ke Singapura dan Malaysia dengan harapan tahun depan dapat mengirim mencapai 1 kontainer atau sekitar 16 ton,” ujarnya.
Dia mengungkapkan harga jual beras organik cukup kompetitif untuk jenis warna hitam sebesar Rp30.000 per kg, merah Rp16.000 per kg, putih Rp15.000 per kg, campuran Rp20.000 per kg, coklat Rp20.000 per kg dan ketan Rp30.000 per kg.(cse/bis)