NGAWI — Upaya memberi dukungan terhadap keberadaan desa wisata di lereng Gunung Lawu tidak hanya dilakukan dalam bentuk observasi alam ataupun pemberdayaan kawasan wisata. Namun juga sampai pada pelatihan pengolahan limbah organik.
Sebagaimana yang dilakukan oleh tim Teknologi Tepat Guna (TTG) Universitas Gadjah Mada (UGM) di dusun Duren, desa Jaten, kecamatan Jogorogo yang memberikan pelatihan teknologi ember tumpuk kepada warga dan anggota kelompok wanita tani Citrun Jaya, Minggu (25/10/2020).
Kurang lebih ada 30 warga yang turut serta dalam pelatihan yang diisi oleh pembicara Nasih Widya Yuwono, S.P., M.P. (Fak. Pertanian) didampingi Atus Syahbudin, S.Hut., M.Agr., Ph.D. (Fak. Kehutanan), Ridla Arifriana, S.Hut., M.Sc. (Sekolah Vokasi), dan Zulfa Parulian Alzuhdy (mahasiswa Fak. Pertanian).
Dalam paparan dan praktik yang disampaikan dalam pelatihan, Nasih menyampaikan teknologi ember tumpuk yang telah dia inisiasi sejak 2018 silam. Teknologi tersebut menyatukan 2 buah ember dengan bantuan larva lalat tentara hitam atau larva Hi (Hermetia illucens).
“Ember bawah merupakan penyangga ember atas dan mempunyai kran di samping bawah. Ember ini akan mewadahi lindi yang selanjutnya menjadi Pupuk Organik Cair (POC). Sedangkan ember atas untuk memasukan sampah organik,” terang Nasih.
Nasih juga menjelaskan bahwa pada ember bagian bawah diberi lubang sebanyak 150-an dengan diameter 5 mm. Selain itu di samping atas ember tetapi masih di bawah tutup juga diberi 4 buah lubang guna perputaran udara dan lubang masuk larva muda yang menetas.
Praktik pembuatan lubang ini dilakukan secara langsung dihadapan para peserta pelatihan agar dapat memahami dengan baik dan bisa sekaligus diterapkan. Di Akhir pelatihan, sebanyak 30 ember tumpuk juga diserahkan kepada para peserta yang hadir.
Teknologi ember tumpuk penghasil POC ini digadang-gadang menjadi salah satu solusi kegiatan ekonomi masyarakat di sekitar lereng Gunung Lawu. Saat masyarakat semakin sejahtera, maka hutan pegunungan pun secara alami dapat memulihkan ekosistemnya.
Sementara itu, seperti keterangan yang disampaikan oleh Atus, ketua Tim TTG UGM ini menjelaskan bahwa di beberapa rumah lainnya seperti yang dilakukan oleh Sarsam Wahyudi, teknologi ember tumpuk sudah mulai diterapkan.
Sarsam mengaku bangga dan senang menerima bantuan ember tumpuk, sehingga dia bisa banyak belajar bagaimana cara membuat ember tumpuk dan POC. Pihaknya juga baru tahu kalau lalat tentara hitam itu bermanfaat buat masyarakat.
“Selain terampil membuat ember tumpuk sendiri, Sarsam menempatkan 1 ember tumpuk di belakang rumahnya, yakni pada tempat terbuka yang berdampingan dengan instalasi biogas bantuan Dinas Lingkungan Hidup Ngawi. Nampak lalat tentara hitam (H. illucens) beterbangan di sekitar ember tumpuk tersebut.
Atus juga berharap agar dusun Duren mampu terus berkembang menjadi sentra percontohan POC, kerajinan bambu, madu hutan, bunga telang, dan hutan rakyat. Upaya ini tentu mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar hutan dan menurunkan ketergantungan masyarakat terhadap hutan sebagai sumber pangan dan kayu bakar.
“Semoga ini semua dapat menjadi alternatif penghasilan, bahkan menjadi desa wisata agro di desa Jaten. Senang rasanya bila masyarakat turut menjaga dan melindungi hutan karena berkait erat dengan sumber penghasilannya,” harap Atus.
Sebelumbya Kepala Dusun Duren, Triono, menyampaikan bahwa di dusun Duren, desa Jaten, aktivitas masyarakatnya adalah bertani, beternak, pengrajin bambu, dan pengolah madu hutan. Ia berterimakasih kepada program dari UGM yang bisa bermanfaat untuk masyarakat. (*/kn)