NGAWI — Cita-cita memang harus setinggi langit dan berupaya keras untuk bisa mewujudkannya meski kadang sulit dan rumit dalam segala prosesnya.
Cerita Agus Saifudin, pemuda asal Ngawi yang dengan semangatnya berhasil mewujudkan cita-citanya menjadi seorang dokter, lulusan Universitas Halu Oleo (UHO) Kendari, Sulawesi Tenggara, sebagaimana telah dirilis di Kendari Pos.
Tidak mudah bagi seorang anak buruh pabrik ini menjalani proses awal memasuki perkuliahan kedokteran. Tidak terbayang bagi orang tua Agus yang akan membiayai kuliah di kedokteran, sementara untuk kebutuhan makan dan hidup sehari-hari masih kekurangan.
Lulus SMA Negeri 2 Ngawi tahun 2012, kesempatan mengikuti seleksi beasiswa bidik misi dari Kementrian Riset dan Teknologi (Kemenristek) RI memberikan peluang bagi Agus untuk bisa masuk di fakultas kedokteran salah satu perguruan tinggi negeri di Malang. Namun kurang beruntung, ternyata Agus dinyatakan tidak lolos.
Tes jalur umumpun dilalui Agus sebagai sebuah ikhtiarnya mewujudkan cita-cita dengan mendaftarkan diri ke Universitas Halu Oleo (UHO), Kendari. Menurutnya, Fakultas Kedokteran UHO yang baru saja dibuka tentunya memberikan peluang besar untuk bisa lolos seleksi. Tuhan menakdirkan Agus lolos dalam seleksi masuk ini.
Akan tetapi, tentu saja pemuda kelahiran 17 November 1993 ini terperanjat dengan berbagai biaya daftar ulangnya. Meski sudah menjual sepeda motor dari orang tuanya untuk biaya perjalanan dan membeli sebuah laptop bekas sebagai modal kuliah.
Agus berusaha mengajukan beasiswa di UHO untuk biaya perkuliahannya, namun ditolak hingga membuat Agus harus kembali memutar otak sambil berdoa mendapatkan kemudahan.
Dengan penuh keberanian dan keyakinan serta semangat, Agus mencoba untuk menghadap Prof. Usman Rianse yang waktu itu masih menjabat sebagai rektor UHO, mengutarakan agar tetap bisa kuliah di Fakultas Kedokteran UHO dengan beasiswa.
Tak seketika itu juga Prof. Usman memberikan kabar baik bagi pemuda yang juga punya berbagai prestasi di SMA nya dulu. Pihaknya justru memberikan alternatif kepada Agus untuk mencari pekerjaan agar bisa membiayai kuliahnya.
Keinginan kuat dari Agus ternyata menggugah hati Prof. Usman untuk menanyakan informasi beasiswa bidik misi kepada Kemnristek Dikti RI. Ternyata pihak kementerian memberikan kesempatan itu kepada Agus. Aguspun menangis dan memeluk Prof. Usman seraya menyampaikan terimakasihnya.
Hari-hari awal perkuliahan Agus dilaluinya di Asrama Bidik Misi. Tentu banyak suka duka yang dilaluinya selama kuliah di Fakultas Kedokteran UHO ini hingga masa kuliah selama 3,9 tahun. Kesehariannya diikhtiari dengan puasa sunnah dan semakin mendekatkan diri kepada sang Pencipta hingga mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran.
Kemudian, Agus melaksanakan studi profesi/coas dengan 13 stese dari rumah sakit satu ke rumah sakit lainnya dengan lama praktek satu stese tiga bulan. Tak mudah bagi Agus untuk menjalani setiap stese ini tanpa alat transportasi yang memadai, karena dia harus berupaya untuk tepat waktu serta menjalani semua keprofesiannya. Dalam kondisi inilah, Agus menghubungi orang tuanya untuk bisa dibantu mencarikan solusi.
“Bapak saya jual sapi, harta kami satu-satunya, dan saya dibelikan sepeda motor bekas seharga Rp 5 juta milik kawan saya di Kendari,” kenangnya.
Sepeda motor tua itu menemani setiap proses coas Agus hingga akhirnya pada awal Mei 2019, Agus telah lulus studi profesi dokter umum, resmi menyandang gelar dokter (dr.), dan telah mengikuti sumpah dokter. Orang tua Agus, Harmono dan Windarti turut hadir dalam proses wisuda dokter di UHO, Kendari.
Agus merasa semua seperti mimpi. Ia berterima kasih kepada semua orang yang telah membantu dan mewujudkan cita-citanya menjadi seorang dokter. Ia mengaku banyak berhutang budi kepada masyarakat Sulawesi Tenggara.
Dalam lubuk hatinya, ia berharap bisa mengabdikan diri dan profesinya di Sulawesi Tenggara setelah mengembangkan ilmu dan pengalamannya di Jawa.
Selain Prof. Usman Rianse yang begitu berjasa memberikan kesempatan beasiswa, ada pula Dekan Fakultas Kedokteran dr. Juminten, Sp.OG yang begitu menyanyanginya layaknya orangtua. Selama Coas, Agus menempati rumah dr. Juminten secara gratis.
Agus berpesan bagi siapa saja yang mengetahui ceritanya ini, bahwasanya kekurangan biaya bukan halangan untuk meraih cita-cita. Semoga cerita ini bisa menjadi penyemangat bagi siapapun.(*)