Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD)Kabupaten Ngawi mengakui kesulitan melokalisir titik rawan bencana diwilayahnya. Bukan tanpa sebab, menurut Eko Heru Tjahjono Kepala BPBD, bahwa hal ini terjadi lantaran pihaknya dengan Perhutani khususnya Lawu DS belum ada kerjasama dalam pendataan guna mengantisipasi secara dini terjadinya bencana, baik tanah longsor untuk Ngawi selatan maupun kebakaran hutan yang kerap kali terjadi diwilayah Ngawi Utara.
“Kalau rawan longsor ada di empat kecamatan meliputi Kendal, Jogorogo, Ngrambe dan Sine. Untuk berapa titik longsornya belum kita ketahui pokoknya wilayah lereng-lereng itu rawan longsor,” terangnya, (15/12), seperti dilansir SinarNgawi.
Masih menurut Heru menyebutkan seperti bencana kebakaran yang tiap tahun terjadi di lereng Gunung Lawu sisi utara yang masuk Kabupaten Ngawi hingga kini jumlah area yang kena dampak kebakaran belum diketahui.
“Ya maunya kita ini ada koordinasi dengan Perhutani baik longsor maupun kebakaran tapi kayaknya sulit. Soalnya, seperti kejadian kebakaran hingga sampai saat ini untuk area petak berapa juga belum ada data pasti,” Tegasnya.
Sementara dapat diberitakan, guna peringatan dini bencana longsor, baru ada satu unit alat pendeteksi bencana longsor bantuan dari ESDM Propinsi Jawa Timur yang terpasang di Kecamatan Sine. BPPD Ngawi Akui Kesulitan Lakukan Pemetaan Wilayah Rawan Bencana.
“Jadi masyarakat harus mewaspadai pergerakan tanah bilamana terjadi hujan khususnya mereka yang bermukim dibawah bukit. Bila ada tanda-tanda longsor secepatnya mereka menghindar apapun alasanya jangan sampai korban jiwa terjadi,” pungkasnya. BPPD Ngawi Akui Kesulitan Lakukan Pemetaan Wilayah Rawan Bencana.