Eksistensi bahasa Indonesia dalam lingkup pesantren ini perlu adanya peningkatan lagi. Mengenai bahasa untuk komunikasi sehari-hari para santri, beberapa pondok pesantren modern di Indonesia sudah mewajibkan para santrinya untuk berbahasa Arab dan Inggris dalam kesehariannya.
Baik dalam forum formal seperti pembelajaran di kelas, sampai forum nonformal, seperti interaksi komunikasi sehari-hari. Akan tetapi masih banyak juga pondok pesantren salaf yang bisa dikatakan masih merintis menjadi pondok modern, bahkan pondok-pondok salaf yang berbasis modern pun masih menggunakan bahasa daerah atau bahasa Indonesia dalam kesehariannya.
Ada salah satu pondok modern yang ada di daerah Jawa Timur, lebih tepatnya di daerah Ngawi, yaitu Pondok Modern Darussalam Gontor atau biasa disebut oleh santri-santri pondok Gontor tersebut yaitu bahasa Arab dan bahasa Inggris.
Gontor memang dikenal sebagai pondok modern yang mengembangkan bahasa Arab dan Inggris secara konsisten, sehingga Gontor ini mendapat julukan sebagai laboratorium hidup untuk kedua bahasa asing tersebut.
Mereka menggunakan dua bahasa resmi tersebut dalam kesehariannya, baik berkomunikasi nonformal maupun formal. Salah satu hal yang menjadikan ciri khas pada pondok Gontor ini sendiri yaitu bahasa resminya yaitu bahasa Arab dan Inggris.
Kualitas lingkungan bahasa sangat penting bagi santri untuk dapat berhasil dalam mempelajari bahasa. Adanya peraturan disiplin berbahasa menjadikan santri lebih menguasai bahasa-bahasa tersebut dan akan menjadikan mahir dalam berbahas asing ketika sudah lulus nantinya dapat dikembangkan dan diajarkan pada masyarakat luas.
Di samping itu terdapat sisi positif yang lainya, yakni para santri yang sudah lulus dari pondok Gontor ini, akan lebih mudah atau lebih banyak kesempatan mampu melanjutkan jenjang pendidikan selanjutnya di luar negeri.
Seperti data yang sudah didapatkan dari hasil wawancara terhadap alumni pondok Gontor ini, yakni sebagian besar Universitas yang ada di luar negeri ketika ada calon mahasiswa baru yang lulusan dari pondok Gontor tersebut akan lebih besar kesempatan diterimanya dan akan lebih mudah lolos seleksinya.
Karena memang kualitas kebahasaan dalam pondok Gontor ini sudah tidak diragukan lagi, bahkan sampai mendapat julukan sebagai laboratorium hidup seperti yang sudah dijelaskan di atas.
Sebagai penunjang perkembangannya kedua bahasa ini, pengajaran di kelas pun juga wajib menggunakan bahasa Arab dan Inggris, bahkan tidak boleh sama sekali diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.
Kecuali pelajaran-pelajaran yang memang membutuhkan atau mengharuskan dalam penyampaiannya menggunakan bahasa Indonesia, seperti pelajaran bahasa Indonesia, sejarah, dan sebagainya.
Laode Abdul Wahab pengkaji yang menelaah konsep berbahasa santri juga menuturkan bahwa bahasa Indonesia dapat menjadi pilihan bahasa pengantar pembelajaran mata pelajaran bahasa Indonesia dan mata pelajaran umum lainya.
Di luar kelas dalam lingkungan ponpes, bahasa Indonesia dipakai pada sebagian kegiatan ekstra kurikuler dan lainya. Di masyarakat bahasa Indonesia juga dipakai dalam interaksi santri dengan masyarakat dan dengan orang tua.
Penggunaan bahasa Indonesia di masyarakat dimaksudkan untuk mewujudkan kesetiaan santri terhadap bahasa Indonesia dan dipandang sebagai wujud penghormatan santri kepada bahasa persatuan mengingat para anggota masyarakat yang terlibat dalam interaksi berasal dari etnik yang berbeda. Dan sebagai strategi komunikasi antara santri dengan orang tua maupun dengan masyarakat.
Jadi pada intinya, penggunaan bahasa Indonesia dalam lingkup pesantren Modern Gontor ini bisa dikatakan minim, karena pada dasarnya bahasa resmi di dalam lingkup pondok tersebut yakni bahasa Arab dan bahasa Inggris. Dari keminiman penggunaan bahasa Indonesia sejauh ini memang tidak berdampak pada semangat nasionalisme.
Akan tetapi masih banyak para santri baik dari dalam negeri maupun luar negeri yang kurang pemahaman tentang penggunaan bahasa Indonesia dengan baik dan benar.
Karena memang mereka lebih fokus pada kemampuan berbahasa Asing. Begitupun bahasa untuk komunikasi sehari-harinya, para santri diwajibkan menggunakan bahasa resmi tersebut dalam interaksi dengan guru maupun dengan temanya.
Untuk santri baru, mereka belum terikat dalam kewajiban berbahasa ini. Mereka diberikan waktu selama kurang lebih tiga bulan untuk mempelajari dan mendalami kewajiban berbahasa tersebut.
Ada beberapa situasi yang memperbolehkan para santri untuk menggunakan bahasa Indonesia, yakni ketika kegiatan ekstrakurikuler, interaksi dengan masyarakat ketika bertemu dengan masyarakat dan ketika berkomunikasi dengan orang tua maupun keluarganya ketika menjenguk.
Selain dalam situasi tersebut santri benar-benar menghindari penggunaan bahasa Indonesia dalam berinteraksi karena di samping diwajibkan juga ada sanksi apabila melanggar peraturan berbahasa tersebut.
Seperti teguran atau peringatan dari ustadzah pihak pengurus pondok Gontor ketika ada santri yang ketahuan menggunakan bahasa Indonesia ketika melakukan percakapan walaupun itu dalam kamar sekalipun, pasti akan mendapatkan sanksi yang tegas terkait pelanggaran berbahasa resmi.
Dari hasil wawancara dengan pihak pengurus dan alumni pondok Gontor yang juga sudah dilakukan, kurang lebih juga sama seperti pendapat dari Laode Abdul Wahab dalam penggunaan bahasa Indonesia tersebut.
Ustadzah atau pihak pengurus akan memberikan sanksi kepada santri yang melakukan pelanggaran terhadap berbahasa resmi, misalnya menggunakan bahasa Indonesia dalam interaksi dengan temanya.
Penggunaan bahasa Indonesia hanya digunakan ketika mengikuti pelajaran bahasa Indonesia, di samping itu juga terdapat sarana-sarana khusus untuk perkembangan bahasa Indonesia, karena santri dari pondok gontor juga membuat karya tulis ilmiah dan berbagai majalah yang penulisannya ada yang menggunakan bahasa Indonesia.
Gontor juga menyelenggarakan berbagai macam kompetisi berbasis bahasa, sebagai program peningkatan bahasa pada santri. Lomba bahasa Arab dan Inggris antar asrama adalah salah satu contohnya. Ada juga lomba 3 bahasa, yaitu bahasa Indonesia, Arab dan Inggris. Ada juga perlombaan drama per tahun yang menggunakan bahasa-bahasa tersebut.
Penggunaan bahasa Indonesia juga diterapkan pada saat pelajaran umum, seperti sejarah, biologi, dan sebagainya. Penyampaian materi dalam pembelajaran tersebut masih menggunakan bahasa Indonesia, karena melihat latar belakang santri yang sebagian banyak ada yang dari luar negeri, jadi sedikit demi sedikit para tenaga pendidik di pondok Gontor juga mengenalkan bahasa Indonesia kepada santri dari negara asing tersebut.
Melalui kegiatan-kegiatan yang sudah dijelaskan di atas. Kewajiban berbahasa resmi di Gontor ini menjadikan santri dari luar negeri yang sudah mahir dalam berbahasa Inggris lebih mudah dalam menggunakannya dalam kesehariannya.
Akan tetapi yang biasa diterapkan oleh pondok Gontor ini berbahasa secara bergantian, misalnya minggu pertama menggunakan bahasa Arab dan minggu kedua menggunakan bahasa Inggris.
Dapat disimpulkan mengenai penggunaan bahasa Indonesia di lingkup pesantren, lebih tepatnya di Pondok Modern Darussalam Gontor ini menurut saya kurang diperhatikan atau kurang berkembang.
Dijelaskan juga dalam UU No. 24 Tahun 2004 (pasal 29 ayat 1) yaitu Bahasa pengantar pendidikan nasional dapat menggunakan bahasa asing untuk tujuan yang mendukung kemampuan berbahasa asing peserta didik.
Jadi memang diperbolehkan untuk memperdalam bahasa asing dengan tujuan untuk mendukung kemampuan berbahasa asing, namun alangkah baiknya dan memang sudah seharusnya tetap menjadikan bahasa Indonesia sebagai prioritas berbahasa.
Karena dalam penggunaan bahasa sehari-harinya tidak menggunakan atau tidak membiasakan menggunakan bahasa Indonesia, malah lebih ke bahasa resminya yaitu bahasa Arab dan bahasa Inggris.
Walaupun dalam sebagian kegiatan masih diberlakukan menggunakan bahasa Indonesia, seperti komunikasi dengan masyarakat, dengan orang tua dan ketika penyampaian materi pembelajaran formal juga masih ada yang menggunakan bahasa Indonesia.
Mampu membuat orang asing (santri dari luar negeri) lebih mengenal dan memahami akan bahasa Indonesia ini. Melalui kegiatan-kegiatan yang menggunakan bahasa Indonesia tersebut.
Akan tetapi juga masih kurang berkembang jika bahasa resmi yang diterapkan dalam interaksi kesehariannya menggunakan bahasa Arab dan bahasa Inggris.
Saran atau masukan yang dapat saya sampaikan dalam hal ini yaitu, seharusnya bahasa resmi yang dipakai dalam interaksi formal maupun nonformal itu menggunakan bahasa Indonesia, lalu untuk bahasa tambahannya menggunakan bahasa Arab dan bahasa Inggris.
Atau bisa juga dengan menggunakan tiga bahasa, misalnya minggu pertama menggunakan bahasa Arab, minggu kedua menggunakan bahasa Inggris dan minggu ketiga menggunakan bahasa Indonesia. Agar tetap terjaga keekstensiannya dalam lingkup pendidikan ini, bukti akan kecintaannya atau kebanggaannya terhadap bahasa resmi Indonesia.
Hal tersebut bisa menjadikan orang asing atau santri yang berasal dari luar negeri mampu mengenal bahasa Indonesia dengan baik dan benar. Secara tidak langsung mereka juga akan menimba ilmu di negara Indonesia, jadi juga ikut serta dalam melestarikan dan meningkatkan bahasa Indonesia tersebut.
Di samping memperdalam peningkatan bahasa asing, juga tetap melestarikan dan menjaga keutuhan bahasa Indonesia, seperti itu bentuk kebanggaan dan kecintaan terhadap bahasa Indonesia.
Kita boleh belajar bahasa Asing, namun jangan sampai melupakan bahasa nasional kita yaitu bahasa Indonesia, sebab itulah yang menjadi jati diri sekaligus pembeda dari negara lainnya.
__
Penulis : Anadyatus Sholihah
Mahasiswa Program Studi Tadris Bahasa Indonesia
UIN Raden Mas Said Surakarta