Sempat tertunda ditengah pandemi Covid 19, perhelatan pemilihan kepala daerah (pilkada) serentak 2020 tetap dilanjutkan (Watra, 2020). Kabupaten Ngawi termasuk daerah yang akan melaksanakan pilkada (Detik, 2019).
Sejauh ini baru pasangan Ony Anwar dan Dwi Rianto Jatmiko telah mendeklarasikan bakal calon bupati dan wakil bupati (Lathifah, 2020). Mengusung tema “Oke Menang Bersama” pasangan ini didukung 10 partai pengusung yaitu PDIP, Golkar, PKB, PKS, Gerindra, PAN, Nasdem, PPP, Hanura dan Demokrat (Manar, 2020).
Koalisi parpol pendukung pasangan ini menamakan diri “OK Menang Bersama” dengan komposisi partai PDI Perjuangan 20 kursi, Golkar 5 kursi, PKB 4 kursi, Gerindra 4 kursi, PKS 4 kursi, PAN 3 kursi, Nasdem 2 kursi, serta PPP, Hanura dan Demokrat masing-masing satu kursi DPRD (Romadhoni, 2020).
Melihat dukungan semua partai yang punya kursi di DPRD Kabupaten Ngawi pasangan ini berpotensi melawan kotak kosong (Jalil, 2020).
Sesuai jadwal dan tahapan Pemilihan Bupati (pilbub) Ngawi, tahapan pendaftaran pasangan calon berlangsung 4 – 6 september 2020 (Hidayat, 2020). Hingga akhir pendaftaranya, hanya pasangan Ony Anwar dan Dwi Rianto Jatmiko yang telah mendaftar dan lolos verifikasi berkas (Sukoco, 2020).
Tidak adanya pasangan calon yang mendaftar dari jalur perseorangan, memastikan mereka menjadi pasangan tunggal dalam pilkada ini (KPUD Ngawi, 2020).
Munculnya calon tunggal menjadi perhatian tersendiri dalam perhelatan pilbub tahun ini. Pasalnya, pelaksanaan pilbub sebelumnya selalu diikuti lebih dari satu pasangan calon. Pada pilbub tahun 2005 terdapat 4 pasangan calon (paslon) yaitu Harsono-Budi Sulistyono, Oesodo Hadidjojo-Sugiho Pramono, Marsahid-Hery Setiawan, dan Budijono-Soedariono (Tempo, 2005).
Tahun 2010 diikuti 5 paslon diantaranya, Budi Sulistyono – Ony Anwar, Maryudhi Wahyono-Suratno, Tri Suyono-Suramto, Ratih Sanggarwati-Khoirul Anam, Mohamad Rosidi-Siti Amsiyah (Intana, 2010). Sementara di tahun 2015 hanya terdapat 2 paslon antara lain, Budi Sulistyono-Ony Anwar dan Agus Bandono dan Adi Susilo (Wibisono, 2015).
Minimnya kontestasi paslon menimbulkan kegelisahan akan peran penting partai dalam mengusung figur atau calon pemimpin. Pilkada dirasa tidak kompetitif karena partai tidak serius dalam menjaring dan memunculkan tokoh baru untuk berkontestasi di Pilkada tahun 2020 (Wartoto, 2020).
Mengacu UU Nomor 10 Tahun 2016 bahwa Partai Politik atau gabungan Partai Politik dapat mendaftarkan pasangan calon jika telah memenuhi persyaratan perolehan paling sedikit 20% dari jumlah kursi Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau 25% dari akumulasi perolehan suara sah dalam pemilihan umum anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah di daerah yang bersangkutan (Pailingan, 2019).
Syarat dukungan paling sedikit 20% dari jumlah kursi DPRD ini sebenarnya tidak terlalu sulit bagi partai atau koalisi partai di Ngawi untuk mengusung figur baru. Namun, partai politik cenderung lebih pragmatis ingin menang.
Mereka berbondong-bondong secara borongan memberikan dukungan kepada partai atau calon yang sangat kuat (Stevani, 2020). Minat masyarakat dalam kontestasi pilkada ini juga sangat kecil, hal itu dipicu dengan adanya biaya yang sangat mahal dalam pemilihan langsung (Wathoni, 2020).
Keberadaan calon tunggal atau lawan kosong di pilkada ngawi 2020 tidak hanya memberikan dampak pada derajat demokrasi, namun juga akan berdampak pada tidak adanya oposisi yang berfungsi mengkritisi jalannnya pemerintahan kedepannya jika pasangan calon yang tersedia menang.
Tata kelola pemerintah yang baik haruslah ada proses pengawasan dari oposisi. Hal ini menjadi pekerjaan rumah di pemerintah Kabupaten Ngawi sendiri (Stevani, 2020).
__
Danang Eko Prastya
Mahasiswa Magister Ilmu Pemerintahan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY)
Sidomulyo, Kandangan, Ngawi